Jumat, 10 Januari 2014

SISTEM ADMINISTRASI PERTANAHAN TERKAIT WARIS





A.      Pengantar
Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut  ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada ayat (2), selanjutnya dijelaskan bahwa Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
1.         pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
2.         pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
3.    pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Ketentuan pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19  di atas, diatur dalam PP No. 24 Tahun 1997. Menurut PP No. 24 Tahun 1997 pasal 1 butir 1, yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang‑bidang tanah dan satuan‑satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang‑bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak‑hak tertentu yang membebaninya. Selanjutnya berdasarkan pada pasal 11 PP No. 24 tahun 1997, dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar dan pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahannya. Perubahan yang dimaksud salah satunya disebabkan oleh pewarisan, atau biasa disebut dengan pendaftaran peralihan hak karena pewarisan. Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak atau pewaris meninggal dunia, sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang hak yang baru.[1] Hukum yang berlaku demikian dinamakan dengan hukum waris. Oleh karena itu, hukum waris mengandung pengertian, yang meliputi kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur prosedur beralihnya harta benda dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.[2]
Berkaitan dengan proses pewarisan, Hilman Hadikusumah dalam bukunya mengemukakan bahwa warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris, baik harta itu telah dibagi-bagi ataupun masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi.[3] Oleh karena itu, adanya pembagian tersebut mengakibatkan adanya perubahan data pada obyek pendaftaran tanah karena proses pewarisan. Maka pemegang hak yang dalam hal ini adalah para ahli waris, wajib mendaftarkan perubahan akibat pembagian atau pemecahan tersebut kepada Kantor Pertanahan. Dalam proses pendaftaran pemecahan karena pewarisan tersebut, ada perbedaan dalam hal pengajuan persyaratan pendaftarannya, yaitu mengenai perlu tidaknya pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama untuk harta kekayaan yang telah dibagi-bagi.

B. Mekanisme Pendaftaran Waris                        
Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak meninggal dunia. Sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.[4] Harta kekayaan yang diwariskan bisa dalam keadaan telah terbagi-bagi maupun belum terbagi-bagi, seperti yang disebutkan dalam pendahuluan di atas.
Secara umum, berdasarkan pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PMNA/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997), permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan :
1.      sertipikat hak atas tanah atau sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau, apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2.      surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
3.      surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
a.         wasiat dari pewaris, atau
b.        putusan Pengadilan, atau
c.         penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau
d.        -    bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
     -    bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris,
     -    bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
4.      surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
5.      bukti identitas ahli waris;   
Untuk harta kekayaan yang telah dibagi-bagi, pendaftaran pemecahan karena waris dalam pasal 42 ayat (4) PP 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa:
Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.

Selanjutnya dalam penjelasan pasal 42 ayat (4), disebutkan:

Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi ahli waris sudah ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima warisan tertenttu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.

Hal ini lebih jelas disebutkan dalam  pasal 111 ayat (3)                     PMNA/ Ka.BPN No. 3 Tahun 1997, yang berbunyi:
“akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris”.

Pasal 111 ayat (2) yang dimaksud berbunyi:
“apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada putusan pengadilan atau penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka putusan/penetapan atau akta tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1)”.

Dengan merujuk dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu atau dalam keadaan telah dibagi, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan langsung kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris (akta pembagian waris di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris) tersebut, tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT. Contoh akta pembagian waris dapat dilihat pada lampiran makalah ini.

Untuk bidang tanah yang belum dibagi,  sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (5) yang berbunyi:
“Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.”

Dan selanjutnya dalam penjelasan pasal 42 ayat (5) disebutkan bahwa:

“Sesudah hak tersebut didaftar sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51”

Isi pasal 51 ayat (1) :        
“Pembagian hak bersama atas tanah atau milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing‑masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.“

Dalam pasal 111 ayat (4) lebih jelas disebutkan juga bahwa:

“apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian waris maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.”

Oleh karena itu, untuk bidang tanah yang belum dibagi dan para ahli warisnya belum mau membagi, maka bidang tanah tersebut didaftarkan sebagai hak bersama terlebih dahulu. Jika sertipikat tersebut mau dipecah atas nama masing-masing ahli waris, harus disertai dengan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dibuat oleh PPAT.
Namun, pada kenyataannya terdapat perbedaan dalam pemahaman regulasinya, bahwa pendaftaran pembagian waris dengan akta notaris atau akta di bawah tangan diminta dengan akta PPAT, yaitu Akta Pembagian Hak Bersama.Salah satu Kantor Pertanahan yang melaksanakan pendaftaran pemecahan karena waris yang mengharuskan menggunakan akta PPAT, baik untuk tanah yang telah dibagi maupun belum dibagi adalah Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta.

C.      Kesimpulan
Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dimaksud meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar dan pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahannya. Perubahan yang dimaksud salah satunya disebabkan oleh pewarisan.
Warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal (pewaris), baik harta itu telah dibagi-bagi ataupun masih dalam keadaan tidak/belum terbagi-bagi. Untuk harta yang telah dibagi, menurut ketentuan pasal 42 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997 dan penjelasannya, serta PMNA/ Ka.BPN No. 3 Tahun 1997 pasal 111 ayat (3), dijelaskan bahwa pendaftaran peralihan haknya dilakukan langsung kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris (akta pembagian waris di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris) tersebut, tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT. Sedangkan untuk harta yang belum dibagi, menurut ketentuan pasal 42 ayat (5) dan penjelasannya, pasal 51 PP No. 24 Tahun 1997, serta pasal 111 ayat (4) PMNA/ Ka.BPN No. 3 Tahun 1997 dijelaskan bahwa untuk bidang tanah yang belum dibagi dan para ahli warisnya belum mau membagi, maka bidang tanah tersebut didaftarkan sebagai hak bersama terlebih dahulu. Jika sertipikat tersebut mau dipecah atas nama masing-masing ahli waris, harus disertai dengan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dibuat oleh PPAT


DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Rizal. 2008. “Tesis Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Warisan Berkaitan Dengan Pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama”. Universitas Diponegoro: Semarang.

Harsono, Boedi. 2007. “Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah”. Jakarta: Djambatan;

Hilman Hadikusumah, 1980. Hukum Waris Adat, Bandung: Alumni;

Suparman, Eman. 2007.  “Hukum Waris Indonesia“. PT. Refika Aditama: Bandung. Cetakan kedua;






[1] Rizal Effendi, Tesis Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Warisan Berkaitan Dengan Pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama, (Semarang : Universitas, 2008)
[2] Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia. (Bandung : PT. Refika Aditama, 2007) Cetakan kedua. hal 2.
[3] Hilman Hadikusumah, Hukum Waris Adat, (Bandung : Alumni, 1980) hal.23.
[4] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya  (Jakarta : Djambatan, 2008), Hal. 519

Tidak ada komentar:

Posting Komentar