PENGELOLAAN
TUGAS PADA SEKSI SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN KANTOR PERTANAHAN KOTA METRO
I.
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Tanah merupakan unsur vital dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini diamanatkan di dalam
pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang kemudian dituangkan ke dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang,
dan mengingat pentingnya peranan tanah, khususnya menyangkut penguasaan,
pemilikan, dan penggunaan tanah, sumber daya tanah merupakan suatu unsur
strategis dalam pembangunan yang perlu dikelola dengan manajemen yang baik oleh
pemerintah dalam pengaturannya.Untuk itu ditunjuklah Badan Pertanahan Nasional
(BPN) sebagai Lembaga Pemerintah
Non-Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional, regional dan sektoral seperti yang tersirat pada pasal (1) Perpres
No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia.
Sebagai lembaga negara yang bertugas menangani masalah di
bidang pertanahan maka perlu dirumuskan strategi dan kebijakan pertanahan
nasional yang secara fundamental mampu menciptakan struktur sosial dan tatanan
politik nasional yang lebih kokoh. Hal ini dituangkan dalam Rencana Strategis
BPN-RI Tahun 2010-2014 dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
Dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi serta visi
dan misi BPN-RI 2010 -2014 tersebut, maka sasaran strategis yang diharapkan
adalah sebagai berikut:
·
Pertanahan
berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, penciptaan
sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan,
serta peningkatan ketahanan pangan (Prosperity).
·
Pertanahan
berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang
harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di
seluruh tanah air serta melakukan penataan perangkat hukum dan sistem
pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara
di kemudian hari (Social Welfare).
·
Pertanahan
berkontribusi secara nyata dalam peningkatan tatanan kehidupan bersama yang
lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan P4T (Equity).
·
Pertanahan
berkontribusi secara nyata untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama yang
harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di
seluruh tanah air serta melakukan penataan perangkat hukum dan sistem
pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara
di kemudian hari (Social Welfare).
·
Pertanahan
berkontribusi secara nyata bagi terciptanya keberlanjutan sistem
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses
seluasluasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber
kesejahteraan masyarakat (Sustainability)
Untuk itu dibuatlah satuan-satuan unit kerja dari Badan
Pertanahan Nasional dari tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten
untuk masing-masing menjalankan tugasnya demi terciptanya keteraturan di bidang
pertanahan sesuai dengan Sapta Tertib Pertanahan yang meliputi : tertib
administrasi, tertib anggaran, tertib perlengkapan, tertib perkantoran, tertib
kepegawaian, tertib disiplin kerja, dan tertib moral sesuai dengan Keputusan
Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 277 Tahun 2012.
Pada tingkat kabupaten, pelaksanaan kegiatan pelayanan
masyarakat di bidang pertanahan dilaksanakan oleh satuan unit kerja yang
meliputi lima seksi pekerjaan yaitu :
1
Seksi Survey,
Pengukuran, dan Pemetaan
2
Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah
3
Seksi Pengaturan
dan Penataan Pertanahan
4
Seksi Pengendalian
dan Pemberdayaan
5
Seksi Sengketa,
Konflik, dan Perkara
(Bagan Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1)
Masing-masing dari seksi ini menjalankan tugas pokok dan
fungsinya di dalam memberikan pelayanan masyarakat di bidang pertanahan.
B.
Dasar Hukum Tupoksi
Dasar Hukum dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari
Seksi Survey, Pengukuran, dan Pemetaan Kantor Pertanahan dijabarkan dalam Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 pasal 61 sampai pasal 62.
II.
Uraian Tupoksi
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari Seksi Survey,
Pengukuran, dan Pemetaan Kantor Pertanahan dijabarkan dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 pasal 61 yang menyatakan bahwa Seksi
Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari:
a. Subseksi Pengukuran dan
Pemetaan;
b. Subseksi Tematik dan Potensi Tanah.
dan masing-masing
subseksi tugasnya kemudian dijabarkan dalam pasal 62 yaitu:
(1)
Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas
menyiapkan perapatan kerangka dasar orde 4, penetapan batas bidang tanah dan
pengukuran bidang tanah, batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis surveyor
berlisensi pembinaan surveyor berlisensi dan memelihara peta pendaftaran,
daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, gambar ukur dan daftar-daftar
lainnya di bidang pengukuran.
(2)
Subseksi Tematik
dan Potensi Tanah mempunyai tugas menyiapkan survei, pemetaan, pemeliharaan dan
pengembangan pemetaan tematik, survei potensi tanah, pemeliharaan peralatan
teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah.
III.
Permasalahan
Didalam melaksanakan tugas-tugas di Seksi Survei,
Pengukuran, dan Pemetaan terdapat beberapa kendala yang terkadang menghambat
efektivitas dan efisiensi dari pemberian pelayanan masyarakat di bidang
pertanahan. Berikut dijabarkan beberapa permasalahan yang cukup sering dihadapi
antara lain sebagai berikut :
a. Dari segi Sumber Daya Manusia (SDM)
Permasalahan dari segi Sumber Daya Manusia adalah
kurangnya sumber daya manusia dan produktivitas.
b. Dari segi Administrasi
Permasalahan dari segi administrasi adalah tidak
tertibnya di dalam peangarsipan peta-peta lama. Peta manual yang merupakan
produk peta lama tidak lengkap dan belum seluruhnya terdigitasi dan diseragamkan
kedalam sistem TM-3 (masih berkordinat lokal) sehingga rawan tumpang tindih
dengan ukuran baru yang menggunakan sistem pemetaan nasional TM-3.
c. Dari segi Teknis
Permasalahan yang dihadapi dari segi teknis meliputi :
-
Minimnya Peralatan yang memadai ;
Peralatan pengukuran dan
pemetaan
yang dimiliki Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan seperti theodolite, GPS, Total Station
dan komputer pemetaan dinilai masih kurang lengkap dan banyak yang sudah rusak sehingga menghambat
pekerjaan yang harus dilakukan seperti pelaksanaan program-program pertanahan baik permohonan
rutin maupun program-program pertanahan seperti Larasita (Layanan Rakyat Sertipikasi Tanah), Prona (Proyek Nasional), IP4T (Inventarisasi Penguasaan,
Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah), SMS (Sertipikasi Massal
Swadaya),
dan lain-lain.
-
Peta TM-3 yang sudah didigitasi dari
peta manual banyak yang tidak cocok dengan keadaan sekarang.
Peta TM-3 yang
dimiliki sekarang merupakan hasil digitasi dari peta –peta lama yang
masih manual dan berkoordinat lokal yang masih dihinggapi banyak kesalahan
sehingga pada saat petugas pemetaan mengeplotkan hasil ukuran dari petugas ukur
sering terjadi tumpang tindih bidang tanah.
d.
Dari segi Hukum
Permasalahan dari segi hukum terkadang adalah kesulitan
mendatangkan pemilik tanah yang berbatasan pada saat hendak melaksanakan
pengukuran bidang tanah sehingga Azas Contradictoire Delimitatie di dalam
pengukuran sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
sulit terlaksana.
Azas
Contradictoire Delimitatie yang tersirat dalam pasal 17 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 terkadang sulit terealisasi di lapangan karena kurangnya
pemahaman dari masyarakat awam tentang pentingnya pelaksanaan dari azas ini
dalam proses pensertifikatan tanah. Disamping itu kesibukan dari pemilik bidang
tanah berbatasan juga menyebabkan ketidakhadiran mereka di dalam penetapan
batas sehingga tanda tangan di gambar ukur terkadang dititipkan pada pamong
desa atau pemilik bidang tanah.
e. Dari segi Metode
Permasalahan dari segi metode pengukuran yang sering
dijumpai adalah kesulitan mengukur salah
satu sisi/panjang bidang tanah dikarenakan terhalang oleh bangunan. Kota ini
merupakan daerah yang relatif sebagian besar dari luas wilayahnya digunakan untuk
pemukiman penduduk sehingga terdapat banyak bangunan/perumahan yang dibangun.
Terbatasnya Titik Dasar Tehnik (TDT) yang digunakan sebagai titik ikat dan
keterbatasan peralatan yang dimiliki menyebabkan pengukuran yang dilakukan
sering hanya menggunakan meteran saja. Hal ini menyebabkan metode pengukuran
yang digunakan adalah metode trilaterasi sederhana. Dengan menerapkan metode
ini, juru ukur akan mengukur sisi bidang tanah yang dapat diukur saja dan sisi
yang tidak dapat diukur akan dihitung melalui hukum perbandingan sinus atau
cosinus. Metode perhitungan sisi seperti ini keakuratannya relatif rendah
terutama untuk daerah yang foto udaranya terhalang oleh awan sehingga tak
tampak jelas batas bidang tanahnya. Hal ini akan berakibat pada besaran luasan bidang
tanah yang dipetakan nantinya karena bisa saja lebih besar atau lebih kecil
dari luas sebenarnya.
IV.
Solusi Permasalahan
Melihat beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas,
untuk meminimalisir masalah yang ditimbulkan maka penulis berupaya menyampaikan
beberapa solusi antara lain :
a. Permasalahan mengenai
Sumber Daya Manusia (SDM)
Mengoptimalkan pegawai yang ada
merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan SDM yang ada, selain itu agar SDM yang sudah ada lebih
terampil dalam menjalankan tugasnya perlu diadakan pendidikan dan latihan bagi
para pegawai yang ada.
b. Permasalahan mengenai administrasi
Untuk mengatasi permasalahan
mengenai ketidaktertiban di dalam pengadministrasian peta maka perlu dilakukan
penataan ulang pengarsipan peta. Peta-peta
manual yang ada sebaiknya di ubah kedalam
bentuk digital, dengan cara mendigitasi kemudian menempatkan sesuai dengan
koordinat TM 3 dan dijadikan peta tunggal agar tidak terjadi tumpang tindih
ukuran. Untuk
peta yang sudah didigit namun masih salah letak atau pendigitan,
di Kota Metro telah
ditugaskan satu orang honorer dari
surveyor swasta untuk khusus menangani memperbaiki peta
tersebut agar tidak terjadi lagi tumpang tindih tersebut.
c. Permasalahan mengenai teknis
Untuk mengatasi permasalahan pengukuran
yang dikarenakan minimnya peralatan yang memadai dilakukan dengan menyisihkan
sebagian dana taktis yang masuk untuk secara swadaya membeli peralatan
pengukuran seperti Global Positioning System (GPS) dan theodolit. Disamping itu juga dengan menjaga dan
memelihara peralatan yang telah ada dengan sebaik-baiknya. Sedangkan untuk Peta
TM-3 yang sudah didigitasi dari peta manual namun
masih banyak yang tidak cocok dengan keadaan
sekarang, solusi permasalahan yang dapat diambil adalah dengan
mencocokan dengan peta foto yang ada ataupun dengan mengecek ke lapangan.
d.
Permasalahan mengenai
hukum
Untuk
mengatasi permasalahan pengukuran dari
segi hukum yang dikarenakan kesulitan mendatangkan pemilik tanah yang berbatasan pada
saat hendak melaksanakan pengukuran bidang tanah sehingga Azas Contradictoire
Delimitatie sulit terealisasi adalah dengan melakukan koordinasi antara petugas
ukur dan petugas kelurahan dengan pemilik bidang tanah dan pemilik bidang tanah
berbatasan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberitahuan surat akan
dilaksanakannya pengukuran minimal 3 9tiga) hari sebelumnya .Disamping itu juga
perlu diadakan bimbingan dan penyuluhan oleh Kantor Pertanahan mengenai
pentingnya penerapan azas ini di dalam proses pensertifikatan bidang tanah
untuk menjamin azas spesialitas mengenai kepastian hukum subyek dan obyek hak
atas tanah.
e. Permasalahan mengenai metode
Untuk mengatasi permasalahan pengukuran dari segi metode pengukuran yang
dikarenakan kesulitan mengukur salah satu
sisi/panjang bidang tanah akibat terhalang oleh bangunan maka dapat dilakukan
dengan cara melihat batas-batas bidang tanah berbatasan pada peta pendaftaran
apabila bidang tanah yang berbatasan telah didaftarkan sedangkan apabila bidang
tanah yang berbatasan belum didaftarkan pada peta pendaftaran maka juru ukur
biasanya menggunakan GPS (Global Positioning System) dengan akurasi tinggi yang
dimiliki kantor pertanahan secara bergantian (menunggu giliran).
V.
Penutup
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kendala-kendala yang dihadapi oleh Seksi Survey, Pengukuran, dan Pemetaan disebabkan oleh faktor manusia dan faktor teknis.
Kendala ini perlu diminimalisir dengan mengkombinasikan
antara optimalisasi sumber daya manusia
yang dimiliki, koordinasi kerja yang terorganisir dan pemeliharaan serta
peningkatan kualitas dan kuantitas dari peralatan pengukuran yang ada sehingga
dapat meningkatkan produktivitas kerja di dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat di bidang pertanahan.
B.
Saran
Saran
yang dapat disampaikan penulis dalam makalah ini adalah perlu diadakannya
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan latihan
serta peningkatan kualitas dan kuantitas dari peralatan teknis yang dimiliki
untuk meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan kepada masyarakat .
Disamping itu juga perlu diadakan kegiatan penyuluhan lebih sering kepada
masyarakat mengenai tata cara dan pentingnya pensertifikatan tanah. Dengan
adanya kerjasama antara kedua belah pihak ini diharapkan visi dan misi dari Badan
Pertanahan Nasional yang berupaya Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah
dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan
keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik
Indonesia dapat terwujud.
Bocah
BalasHapusIya
BalasHapus