Minggu, 24 Februari 2013

Kritik Sosial Melalui Tulisan





Menurut Tarigan (1986:3) menulis merupakan satu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis dapat membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita melalui sebuah tulisan tanpa saling bertatap muka. Menulis merupakan keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan alamiah manusia yakni berbahasa. 

Melalui tulisan seseorang dapat menuangkan  karya emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur . Menulis juga dapat menjadi media untuk menuangkan  hasil kreativitas manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna.

Menulis memerlukan pembelajaran dan latihan. Pembelajaran menulis bertujuan untuk menanamkan rasa peka terhadap karya sastra, sehingga memunculkan perasaan senang, cinta dan tertarik terhadap apresiasi sastra. Selain itu, pembelajaran menulis dapat menstimulus otak sehingga kita mampu berfikir kreatif dan simpatik terhadap lingkungan di sekitarnya.

Namun dalam kenyataannya, banyak dari kita  cenderung menghindari pembelajaran menulis. Hal ini dikarenakan kegiatan menulis dianggap sebagai kegiatan yang sulit. Kendala-kendala yang dihadapi menulis antara lain sulit memunculkan dan mengembangkan ide, sulit mengekspresikan ide, pikiran, perasaan, dan imajinasi yang akan dituangkan dalam tulisan, kesulitan untuk menyesuaikan tema dengan isi , kesulitan dalam menggunakan diksi, citraan dan gaya bahasa.

Menulis merupakan salah satu cara untuk menambah wawasan. Dengan menulis seseorang akan giat membaca beragam literatur guna memperkaya istilah kata dan menambah bahan pembicaraan dalam wujud tulisan. Khasanah lain yang bisa diperoleh dari gemar membaca yaitu meningkatkan kualitas membaca seseorang. Semakin cepat seseorang dalam memahami suatu bacaan maka akan semakin cepat ia menyelesaikan proses membaca. Dan semakin cepat seseorang membaca suatu literatur, maka akan semakin besar peluangnya untuk membaca banyak literatur dalam proses studi pustaka. 

Kehidupan sosial merupakan salah satu hal yang tidak bisa dipungkiri adanya, karena tak ada satu pun orang yang mampu memenuhi kebutuhannya dengan tangannya sendiri. Contoh representatif dari  kehidupan sosial yaitu hubungan kekerabatan antara pemerintah dan rakyatnya, dimana di antara mereka ingin saling melengkapi dalam segala hal atau sebaliknya hanya ingin memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri. Kehidupan sosial merupakan wahana unik yang patut untuk dikritisi. Dari sinilah peran menulis sangat diperhitungkan.

Mengkritisi kondisi sosial dalam bentuk tulisan seharusnya dijadikan sebagai trend, khususnya bagi golongan mahasiswa dan kaum intelektual lainnya. Kritik sosial yang diwujudkan berupa tulisan dirasa akan lebih ramah ketertiban dari pada demonstarsi. Dan akan lebih tepat sasaran karena diungkapkan dalam bentuk bahasa kejujuran, sebagai luapan uneg-uneg dari sanubari.

Saini K.M (1994: 170) menyatakan sastra seperti juga lembaga-lembaga budaya lainnya, misalnya; filsafat dan pengetahuan ilmiah yang dapat berfungi sebagai pengendali lingkungan manusia. Artinya, sastra dapat memberikan wawasan kepada manusia mengenai dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, maka secara tidak langsung sastra juga ikut memberi kemampuan kepada manusia untuk mengendalikan lingkungan itu dalam rangka mencapai kesejahteraannya. 

Menurut Durkheim seorang ahli sosial, karya sastra selalu berkaitan dengan keadaan sosial masyarakat. Keadaan tersebut terjalin saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Karya sastra sebagai proyeksi kehidupan masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber referensi berbagai macam persoalan tanpa seseorang harus pernah mengalaminya secara langsung. Lewat karya sastra manusia dapat belajar bagaimana menyikapi suatu persoalan sehingga berguna bagi kehidupan.

Mahasiswa merupakan sekelompok golongan intelelektual yang mempunyai nilai dan sifat orisinil. Nilai dan sifat orisinil merupakan gagasan-gagasan yang muncul atas dasar pengalaman dan pengetahuannya. Mahasiswa mempunyai banyak cara untuk menyampaikan gagasannya antara lain dengan demonstrasi, dialog, ataupun menulis di berbagai media seperti koran, majalah, website, dan lain-lain. Namun di antara cara-cara tersebut, tulisan di media akan lebih representatif terhadap para pembacanya.

Tulisan mahasiswa terhadap kondisi sosial masyarakat akan lebih mengena isinya oleh para pembacanya dari pada karya-karya lain yang bersifat mengkritisi keadaan sosial. Mungkin karena ketepatan gaya bahasa yang digunakan dapat membuat para pembacanya seolah turut turun tangan dalam peristiwa yang diceritakan. 

Menulis tentang kondisi sosial tidak hanya berguna sebagai wujud cinta pada tanah air dan bangsa, tapi juga akan menumbuhkan semangat seseorang untuk terus berkarya dalam berbagai hal. Soe Hok Gie adalah seorang mahasiswa yang mengkritik tajam rezim orde baru, dia juga seorang pelopor gerakan mahasiswa tahun 1996, seorang pendiri mapala UI, sewaktu menjadi mahasiswa dia adalah seorang penulis opini di harian nasional kompas. Contoh lain  kritik sosial melalui media tulisan adalah kritik yang terkandung dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M Dahlan . Novel ini mengandung  kritik sosial  multi dimensi antara lain kritik terhadap pemberontakan yang dilakukan Jemaah Daulah Islamiyah, kritik sosial terhadap pilihan hidup menjadi pelacur, kritik sosial terhadap permasalahan gender, dan  kritik sosial tentang kekerasan dalam keluarga. Mengkritisi kondisi sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun menulis di media akan dapat mewakili semuanya. Karena di dalamnya tersirat berbagai nilai-nilai sosial yang disuguhkan dengan beragam ungkapan kata.

Daftar Pustaka :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar